New York City adalah sebuah melting pot di mana bertemu semua jenis bangsa, ras, dan agama. Dapat dikatakan bahwa siapa saja dapat menemukan apa saja dan siapa saja di kota raksasa ini. Namun, Komunitas Muslimin di kota ini selama beberapa tahun kesulitan untuk memiliki sebuah tempat beribadah bersama yang cukup besar. Sebelumnya, beberapa bangunan di kota tersebut telah diubah menjadi tempat beribadah, tetapi tentu saja dianggap kurang.
Pada tahun 1966,
pemerintah Kuwait, Arab Saudi, Maroko, dan Libya menyumbangkan uang untuk
membangun sebuah masjid di New York City. Pemerinath menyumbangkan dua per tiga
dari sekitar $25 juta yang dibutuhkan untuk membangun masjid tersebut. Dengan
sumbangan tersebut, panitia pembangunan masjid kemudian membeli sebidang tanah
di Upper Manhattan.
Selama dua
dekade, perencanaan pembangunan selalu berubah dan pengumpulan dana sering
tersendat. Lagipula, seringkali terjadi pertentangan antara Board of Trustee
(Dewan Kepercayaan) yang dikontrol oleh Kuwait dan para arsitek yang dikontrol
oleh Iran. Salah satu arsitek bahkan dipecat karena dituduh mengadakan
konsultasi proyek dengan sebuah perusahaan Yahudi.
Baru pada tahn
1987 Board of Trustee mencapai kesepakatan untuk memulai pembangunan masjid. Tujuan
pembangunan masjid ini adalah membangun sebuah masjid yang memperlihatkan gaya
aristektur tradisional Islam, sekaligus memperbaruinya dengan tampilan modern
yang selaras dengan bangunan New York City yang ada di sekelilingnya.
Pembangunan
dimulai pada tanggal 28 Mei 1987, tepat pada akhir bulan Ramadhan, sementara
batu fondasi untuk menara baru diletakkan pertama kali pada tanggal 26
September 1988. Selama invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1991, pembangunan
masjid ini sempat tersendat dan baru baru selesai pada tahun 1990. Kemudian
masjid ini dibuka secara resmi pada tanggal 25 September 1991. Upacara tersebut
dihadiri oleh Emir Kuwait, Sheikh Jaber Al Ahmad Al Jaber.
Tradisional
Berpadu dengan Modern
Masjid New York
City terletak di 3rd Avenue, di antara 96th dan 97th streets, Manhattan, New
York. Masjid ini juga dikenal sebagai Islamic Cultural Center. Ketika melintas
di depan Masjid New York, banyak orang yang tidak menyadari bahwa bangunan
tersebut adalah sebuah masjid.Pasalnya, masjid ini tampak sangat modern. Walaupun
demikian, bentuk dasar dan karakteristiknya tetap sama dengan masjid-masjid
kuno yang dibangun pada Abad Pertengahan.
Pada akhir abad
ke-17 M, para penguasa Muslim sudah mulai memapankan kekuasaannya di
daerah-daerah yang mereka taklukkan. Mereka mulai membangun masjid dan istana
yang berperan simbol yang tampak bagi kekuasaan mereka. Masjid dan istana itu
dibuat oleh para tukang dari Mesir, Persia, dan Byzantium yang membangun suatu
desain menurut keterampilan mereka masing-masing. Pada abad ke-18, gaya-gaya
ini bersintesis menjadi sebuah tradisi arsitektur Islam.
Masjid ini
barangkali dapat dianggap lebih mirip dengan masjid-masjid Turki yang mulai
dibangun pada abad ke-10. Gaya ini disebut gaya Madrasah. Masjid-masjid yang
dibangun sebelum abad ke-10 biasanya mengguankan banyak pilar dan lorong.
Namun, masjid-masjid Turki, seperti Masjid New York City ini, memiliki ruangan
yang simpel, luas, dan terbuka.
Ruang adalah
ciri khas utama masjid. Ada banyak patahan dalam ruang yang mencegah pelihat
sehingga tidak dapat melihat dinding. Pengaturan seperti ini memberikan kesan
kedalaman dan ketakterbatasan. Kesan-kesan ini diperkuat lagi oleh warna putih
pada dinding dan kaca. Khusus untuk jamaah wanita, kontraktor telah membangun
sebuah balkon di bagian belakang ruangan masjid ini.
Ruangan bagian
dalam Masjid New York City mirip dengan Masjid Aya Sofia, yang dulunya
merupakan sebuah gereja yang dibangun pada abad ke-6 di Istanbul. Aya Sofia
memiliki banyak bukaan atau jendela-jendela kecil yang memungkinkan cahaya
untuk masuk sehingga memberikan kesan seperti mengapung. Masjid New York City
juga menerapkan pola ini.
Di dalam ruangan
masjid ini, suasananya seolah-olah mirip dengan suasana di tempat yang tinggi,
misalnya di langit, berkat adanya sistem pencahayaan di dalam ruangan,
lampu-lampu gantung atau kandil, dan cahaya alami yang masuk ke dalam setelah
melalui penyaringan.
Namun, tidak
sebagaimana gereka-gereja ortodoks, masjid ini tidak memiliki dekorasi
figuratif yang dapat mengalihkan perhatian dari Tuhan, atau pembangunan
tingkat-tingkat kecil pada lantai untuk keperluan upacara keagamaan. Ruangan
masjid ini, sesuai dengan prinsip kesetaraan dalam Islam, adalah ruang bersama
untuk berkumpul bagi setiap anggota komunitas Muslimin dan memuja Yang Maha
Esa.
Geometris
Yang menarik, tidak
ada bentuk lengkung seperti lubang kunci atau tapal kuda di masjid ini. Oleh
Skidmore, Owings & Merrilll, kontraktor pembangunan, masjid ini memang
dirancang sebagai bangunan dengan gaya yang lebih modernis untuk menyongsong
abad ke-21. Kesan yang muncul adalah kesederhanaan: tidak ada pilar apapun di
bagian dalam masjid. Dengan desain yang lebih banyak menggunakan bentuk persegi
ini, sebenarnya sentimen di antara negara-negara Islam yang memberikan
sumbangan (jumlahnya sekitar 46 negara) untuk pembangunan justru terkikis.
Walaupun desain
eksterior masjid ini masih meniru bentuk dasar Aya Sofia yang berbentuk persegi
dan juga masjid-masjid lain yang meniru masjid tersebut, namun ada juag
perbedaan. Perbedaannya, dan ini muncul berkat adanya teknik konstruksi modern,
adalah bahwa Masjid New York City lebih rigid dan geometris. Desain dasarnya
adalah bentuk kubus dengan panjang sisi 90 kaki, yang dipecah-pecah lagi secara
imajiner menjadi kotak-kotak lebih kecil dengan ukuran 5 x 5 kaki.
Prinsip
geometris kubus ini juga tampak pada mihrab, jendela di bagian atas dan juga
pada karpet. Bahkan, kaligrafi yang ada di masjid ini juga berbentuk
rektilinier, yang mengutamakan keserasian dengan desain dasar berbentuk kubus
itu. Pada puncak kubah, nama Allah ditulis sebanyak empat kali. Di sekeliling
nama tersebut tertulis 8 dari 99 asmaul husna. Sedangkan ayat-ayat Al-Qur’an
dibubuhkan di sekeliling dasar kubah.
Masjid ini hanya
memiliki satu kubah, tidak sebagaimana masjid-masjid dari zaman pertengahan
yang biasanya memiliki tambahan bentuk-setengah-kubah atau kubah-kubah kecil
yang lain. Ciri khas lain dari masjid ini adalah menaranya yang menjulang
tinggi dan menjadi salah satu lanskap di daerah Manhattan.
Respon Imam
terhadap Black September
Masjid ini
terletak di New York City, yang menjadi sasaran serangan teroris pada peristiwa
11 September 2001. Setelah peristiwa itu, reaksi warga Amerika Serikat terhadap
Islam dapat dikatakan negatif. Hampir semua orang di negeri itu menuduh bahwa para
teroris adalah orang Islam, sehingga pusat-pusat kegiatan Islam juga dipandang
secara negatif. Namun, ada dua orang imam Masjid New York City, yang sekaligus
menjadi pemimpin agama di Islamic Cultural Center of New York, yang menolak
tuduhan itu dan mengajukan pernyataan yang kontroversial.
Imam yang
pertama adalah Sheik Muhammad Gemeha. Dalam sebuah wawancara, Imam Gemeha
menyatakan bahwa “hanya orang Yahudi” yang mampu melakukan serangan 11
September tersebut dan bahwa “jika orang Amerika tahu tentang hal itu, maka
mereka akan melakukam hal yang sama dengan apa yang telah dilakukan oleh Hitler
kepada orang-orang Yahudi itu”. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 4 Oktober
2001, seminggu setelah Imam Gemeha tiba-tiba mengundurkan diri sebagai imam
dari pusat kebudayaan Islam di New York tersebut.
Imam yang kedua
adalah pengganti Imam Gemeha, yaitu Omar Saleem Abu-Namous. Imam Namous juga
mengutuk serangan 11 September, tetapi beliau menyatakan bahwa tidak ada “bukti
yang konklusif” bahwa pelakukanya adalah umat Muslimin. Imam Namous sendiri
terlibat aktif dalam dialog antaragama dengan para pemimpin Muslim terkemuka
dan juga dengan para rabbi atau pendeta Yahudi. Pengganti Imam Namous, Mohammed
Shamsi Ali, melanjutkan upaya-upaya perdamaian beliau.
Alamat Masjid
New York City
The Islamic Cultural Center of New York (ICCNY), 1711 3rd Ave, New York, NY, 10029,
Phone: (212) 722-5234, Fax: (212) 722-5936
Daftar bacaan “A Fair Sheik? The media ignore a New York imam's anti-Semitic rantings.”, tersedia di http://www.opinionjournal.com/columnists/slipsky/?id=95001366
“A Nation CHallenged: The Imam; New Head of Mosque Wants Proof”, tersedia di http://www.nytimes.com/2001/11/02/nyregion/a-nation-challenged-the-imam-new-head-of-mosque-wants-proof.html
“A Nation CHallenged: The Imam; New York Cleric's Departure From Mosque Leaves Mystery”, tersedia di http://www.nytimes.com/2001/10/23/nyregion/nation-challenged-imam-new-york-cleric-s-departure-mosque-leaves-mystery.html
“Amid Rejoicing, Work Begins On Mosque”, tersedia di http://www.nytimes.com/1987/05/29/nyregion/amid-rejoicing-work-begins-on-mosque.html
“Architecture; A New Mosque for Manhattan, for the 21st Century”, tersedia di http://www.nytimes.com/1992/04/26/arts/architecture-a-new-mosque-for-manhattan-for-the-21st-century.html?pagewanted=2
“For New York Muslims, a Soaring Dome Is Ready”, tersedia di http://www.nytimes.com/1991/04/16/nyregion/for-new-york-muslims-a-soaring-dome-is-ready.html
“Ground Broken For Islamic Center”, tersedia di http://www.nytimes.com/1984/10/28/realestate/ground-broken-for-islamic-center.html?&pagewanted=2
“Imam Seeks ‘Real Connections’”, tersedia di http://www.thejewishweek.com/viewArticle/c36_a7200/News/New_York.html
“Islamic Cultural Center”, tersedia di : http://www.nyc-architecture.com/UES/UES091.htm
“Islamic Cultural Center of New York”, tersedia di http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_Cultural_Center_of_New_York
“Mosque Rising Is a First in New York”, tersedia di http://www.nytimes.com/1988/09/26/nyregion/mosque-rising-is-a-first-in-new-york.html
“Persian Gulf Crisis Slows New York Mosque Project”, tersedia di http://www.nytimes.com/1990/12/09/nyregion/persian-gulf-crisis-slows-new-york-mosque-project.html
“The New York Mosque”, tersedia di http://www.fordham.edu/halsall/medny/nymosq1.html
Sumber gambar
http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_Cultural_Center_of_New_York
http://www.nyc-architecture.com/UES/UES091.htm
0 comments:
Posting Komentar