Sejak tahun 1934, tidak pernah ada lagi umat Muslim yang menunaikan shalat di dalam bangunan megah ini. Pemerintah Turki yang sekuler pimpinan Kemal Attaturk telah mengubahnya menjadi sebuah museum. Ikon-ikon Kristen, yang 5 abad sebelumnya telah diperintahkan untuk ditutup oleh penakluk Byzantium, Sultan Muhammad II, kembali ditampilkan bersama-sama dengan ikon-ikon Islam.
Namun, Aya Sofia selalu memperoleh tempat dalam ingatan dunia Islam – dalam jangka waktu yang sangat panjang, Aya Sofia pernah menjadi salah satu masjid kebanggaan kaum Muslimin sedunia.
Gambar 1 Masjid Aya Sofia (www.on-the-matrix.com) |
Aya Sofia terletak di kota Istanbul, Turki. Sebelum ditaklukkan oleh Sultan Muhammad II pada tahun 1453, kota ini bernama Konstantinopel dan merupakan ibu kota kekaisaran Byzantium serta pusat agama Katolik Ortodoks. Istanbul dibagi menjadi dua bagian oleh Selat Bosporus, sehingga separuh bagian Istanbul terletak di benua Asia, sementara separuhnya lagi terletak di benua Eropa. Namun, ketika masih bernama Konstantinopel, wilayah kota ini hanya mencakup daerah yang terletak di bagian Eropa saja.
Gambar 2 Peta Turki (www.worldatlas.com) |
Aya Sofia terletak di bagian kota Istanbul yang terbentang di daratan Eropa. Di sebelah baratnya terbentang Laut Marmara, yang jika ditelusuri lebih ke barat lagi akan terhubung dengan Selat Dardanella, Laut Aegea dan Laut Maditerannia. Di sebelah timurnya terbentang muara Tanduk Emas. Selat Bosporus yang sempit terbentang tepat di hadapan Aya Sofia dan Istanbul dan terus menjulur ke timur hingga mencapai Laut Hitam.
Letak geografisnya yang unik ini menjadikan Aya Sofia, ketika masih merupakan sebuah masjid, seolah-olah menjadi wakil Islam tegak yang berdiri di Eropa – pusat dunia Kristen.
Gereja Aya Sofia
Pada mulanya, Aya Sofia adalah sebuah gereja Katolik Ortodoks. Namanya saat masih menjadi gereja adalah “sancta sophia” atau “sancta sapienta” (bahasa Latin) yang artinya “holy wisdom” atau “kebijaksanaan suci”. Sebelum berdirinya Katedral Sevilla pada 1520, bangunan ini merupakan katedral terbesar di dunia selama lebih dari 1000 tahun.
Sebenarnya, gereja Aya Sofia yang bangunannya masih ada sampai saat ini adalah gereja Aya Sofia yang ketiga yang berdiri di tempat yang sama. Gereja Aya Sofia yang pertama dan kedua rusak karena dibakar dalam huru-hara. Sedangkan gereja Aya Sofia yang ketiga dibangun pada tahun 532 – 537 M atas perintah Justinian, Kaisar Byzantimum pada masa itu. Arsiteknya adalah Isiodore dari Miletus dan Anthemius dari Tralles.
Hanya sedikit yang tersisa dari bangunan gereja yang pertama dan kedua. Di antaranya adalah tempat pembaptisan dan skeuphylakion. Skeuphylakion adalah sebuah bangunan berbentuk bundar yang dulu merupakan tempat penyimpanan harta milik patriarch. Sedangkan tempat pembapstisan diubah menjadi makam para sultan Ottoman pada tahun 1639.
Sejak tahun 360 M dan 1000 tahun berikutnya, gereja Aya Sofia menjadi kantor resmi patriarch Konstantinopel. Karena itu, di gereja ini pernah tersimpan ikonostatis (patung religius) perak setinggi 15 meter. Perannya sebagai pusat dunia Kristen di Timur diperkuat oleh dukungan resmi Kekaisaran Byzantium, yang menjadikan gereja ini sebagai tempat resmi pelaksanaan berbagai upacara kenegaraan.
Gambar 3 Mozaik-mozaik berciri Kristen di dalam Aya Sofia (www.ce.cmu.edu) |
Gereja Aya Sofia juga pernah menjadi sasaran penjarahan tentara Salib dalam Perang Salib IV pada tahun 1204. Setelah itu, gereja ini dikembangkan lagi oleh Kaisar Andronicos II.
Penaklukan Byzantium
Penaklukan Byzantium oleh Sultan Muhammad II pada tahun 1453 adalah salah satu peristiwa yang kerap dibanggakan oleh umat Muslimin. Para prajurit Kesultanan Ottoman yang menjadi luar biasa berani karena mencari syahid menemukan sebuah cara yang unik untuk merebut Konstantinopel yang begitu sulit untuk ditaklukkan walaupun telah dikepung rapat selama berminggu-minggu.
Konstantinopel kala itu memang kota terkuat di dunia karena dikelilingi oleh benteng batu tebal setinggi 10 meter. Dari atas benteng itu, para prajurit Konstantinopel dengan mudah akan menembakkan puluhan meriam ke arah pasukan musuh yang menyerbu dari arah Laut Marmara di barat atau Selat Bosporus di selatan. Kapal musuh tidak bisa mendaratkan pasukan dari sisi timur yang pertahanannya paling lemah karena tidak bisa melewati rantai raksasa yang dibentangkan di jalur masuk ke perairan Tanduk Emas.
Gambar 4 Tanduk Emas (en.wikipedia.org) |
Dalam waktu semalam, sekitar 70 buah kapal perang Ottoman diangkut melalui jalur darat, lalu dilepaskan lagi ke perairan Tanduk Emas. Konon, para pengangkut menggunakan gelondongan kayu yang dijajarkan, sehingga lunas kapal yang sempit dapat memasuki celah di antara kedua gelondongan tersebut, sementara setiap gelondongan dilumuri dengan minyak, lalu kapal didorongd i sepanjang rangkaian golongan kayu yang menghubungkan dua perairan yang berbeda.
Keberhasilan “mengakali” rantai emas itulah yang menjadi awal keberhasilan pasukan Ottoman merebut Konstantinopel. Pasukan Byzantium tak menyangka-nyangka bahwa pasukan Muslimin akan mampu melewati halangan rantai raksasa di jalur masuk Tanduk Emas. Padahal, pertahanan mereka di sisi itu adalah pertahanan yang paling lemah.
Sebelum penyerangan besar-besaran yang akan menentukan nasib Konstantinopel, Sultan Muhammad II berpidato di depan tentara Islam:
“Jika penaklukan kota Konstantinopel berhasil, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizat beliau telah terbukti. Maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits beliau itu, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu per satu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan untuk menjadikan syariat selalu di depan matanya dan jangan sampai ada di antara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran.”
Masjid Aya Sofia
Ketika Konstantinopel akhirnya takluk, Sultan Muhammad II – yang kemudian dijuluki Al-Fatih atau Sang Penakluk – masuk ke dalam gereja Aya Sofia dan memerintahkan agar bangunan itu segera diubah menjadi masjid sehingga dapat digunakan untuk shalat Jumat. Lonceng, altar, ikonostatis, dan alat-alat pengorbanan Kristiani dibuang dan banyak mozaik (lukisan dinding) berciri Kristen ditutup. Yang patut dicatat adalah bahwa Sultan Muhammad Al-Fatih memerintahkan dengan tegas agar gereja-gereja yang lain tidak diganggu dan menjatuhkan hukuman berat kepada mereka yang tidak mematuhi perintah itu.
Menurut catatan, khatib kotbah Jumat yang pertama di Masjid Aya Sofia adalah Asy-Syeikh Ak Semsettin. Pada hari itu juga nama Konstantinopel diubah menjadi “Islam Bol” atau “Kota Islam” dan kemudian dijadikan sebagai ibu kota ketiga Kesulatanan Ottoman setelah Bursa dan Edirne.
Gambar 5 Mihrab Masjid Aya Sofia (www.ce.cmu.edu) |
Sultan Muhammad II menambahkan sebuah menara kayu yang kemudian diganti dengan menara dari batu-bata di sisi selatan. Beliau juga membangun gedung madrasah dan gedung untuk mengelola wakaf di sekitar kompleks Masjid Aya Sofia. Sultan Salim II memerintahkan restorasi besar-besaran yang dilakukan oleh arsitek Mimar Sinan. Pada masa inilah ditambahkan ruangan khusus untuk sultan dan menara kedua yang terbuat dari batu. Mimar Sinan juga membangun Makam Sultan Salim II di sisi tenggara masjid ini pada tahun 1577. Makam Sultan Murad III dan Muhammad III dibangun di sebelah makam tersebut pada tahun 1600-an.
Pada tahun 1739, Sultan Mahmud memerintahkan pembangunan tempat wudhu besar, tempat pengajaran Al-Quran, dapur dan perpustakaan, sehingga masjid ini menjadi pusat kompleks sosial. Sementara itu, Sultan Muradd II menambahkan dua buah menara batu, sehingga menara Aya Sofia menjadi empat – yang amsih dapat dilihat sampai sekarang.
Restorasi besar-besaran yang paling terkenal di dunia Barat adalah restorasi yang diperintahkan oleh Sultan Abdulmajid II. Beliau mengundang sepasang kakak-adik arsitek dari Swiss, Gaspare dan Giuseppe Fossatti untuk melakukan renovasi. Selain memperkuat kubah, penopang dan pilar-pilar, kedua arsitek tersebut merevisi dekorasi eksterior dan interior. Mereka juga mencatat mozaik-mozaik figural yang telah ditutup atas perintah Sultan Muhammad Al-Fatih. Catatan mereka inilah yang menjadi panduan untuk merestorasi mozaik-mozaik tersebut setelah Aya Sofia diubah menjadi museum oleh pemerintahan Kemal Attaturk.
Menjadi Museum
Pada 1934, pemerintah Republik Turki yang berhaluan liberal dan bersikap keras terhadap Islam mengubah Masjid Aya Sofia menjadi sebuah museum. Hingga kini, masjid ini tetap menjadi museum dan merupakan salah satu lanskap kebanggaan Istanbul.
Restorasi Aya Sofia sebagai museum diprakarsai oleh Byzantine Institute of the United States dan Dumbortan Oaks Field Committe pada tahun 1940-an, yang masih berlanjut hingga sekarang. Riset arkeologis juga mengungkapkan kembali aspek-aspek bangunan ini yang terkait dengan sejarah, struktur, dan dekorasi bangunan ini semasa masih menjadi gereja.
Proses restorasi pada masa modern antara lain telah membuka kembali mozaik-mozaik Kristen yang telah ditutup selama ratusan tahun. Hasilnya, mzoaik-mozaik Kristen tersebut kini dapat terlihat, tampil bersebelahan dengan simbol-simbol Islam. Yang paling mengejutkan, mihrab Masjid Aya Sofi kini terletak hampir tepat berada di bawah sebuah mozaik tentang Bunda Maria dan Yesus!
Aya Sofia kini merupakan salah satu dari 100 monumen yang terancam kepunahan. Daftar ini dkeluarkan oleh World Monuments Fund pada tahun 1996 dan 1998. Karena pentingnya pengaruh konsepsi arsitektur klasik Ottoman, Aya Sofia telah dibuka untuk pengunjung sebagai museum untuk umum.
Walaupun telah menjadi museum, dan tidak ada lagi umat Muslimin yang menunaikan shalat di dalam gedung megah ini, kaum Muslimin di dunia akan tetap mengingatnya sebagai salah satu kegemilangan dalam sejarah Islam.
Daftar bacaan
Mainstone, Rowland J., 1997. Hagia Sophia. Architecture, Structure and Liturgy of Justinian's Great Church. London: Thames & Hudson.
Swainson, Harold, 2005. The Church of Sancta Sophia Constantinople: A Study of Byzantine Building. Boston: Adamant Media Corporation.
Sumber internet
- “Aya Sophia (Hagia Sophia)”, tersedia di http://www.on-the-matrix.com/mideast/AyaSophia.asp
- “Golden Horn”, tersedia di http://en.wikipedia.org/wiki/Golden_Horn
- “Golden Horn”, tersedia di http://www.turkeyinphotos.com/guide/natural-wonders/golden-horn.html
- “Hagia Sophia”, tersedia di http://en.wikipedia.org/wiki/Hagia_Sophia
- “Penaklukan Konstantinopel”, tersedia di http://forum.detik.com/showthread.php?t=23370
- “Sea of Marmara”, tersedia di http://www.worldatlas.com/aatlas/infopage/seaofmarmara.htm
- “Sea of Marmara”, tersedia di http://en.wikipedia.org/wiki/Sea_of_Marmara
- “The History of the Hagia Sophia”, tersedia di http://www.archnet.org/library/sites/one-site.jsp?site_id=2966
Sumber-sumber gambar
- Aya Sofia Mosque, tersedia di http://img7.travelblog.org/Photos/90499/406257/t/3903968-Aya-Sophia-mosque-1.jpg
- Aya Sofia, tersedia di http://www.ce.cmu.edu/~petera/photos/turkey/AyaSofia.html
- Aya Sofia, tersedia di http://www.on-the-matrix.com/mideast/AyaSophia.asp
- Sea of Marmara, tersedia di http://www.worldatlas.com/aatlas/infopage/seaofmarmara.htm
2 comments:
kok bisa gitu ya...??? masak dicampur campur gitu.. nggak banget ih..
itu mah namanya curang tau... lama-lama malah jadi gereja lagi itu....
politiknya jelek.
Ayo coba kita lihat 4 Cara Cek Tagihan Listrik
Posting Komentar